Kamis, 18 Februari 2010

Punakawan Wayang

Menurut bahasa Punakawan berarti pelayan, di dunia wayang, dibedakan antara pelayan tokoh baik dan pelayan tokoh jahat. Punakawan berfungsi sebagai pembantu, kawan dan penterjemah dari Raja. Mereka biasanya menemani, menghibur dan memberi nasehat bagi para kesatria dalam sebuah perjalanan. Dalam sebuah lakon (pementasan) wayang kulit, punakawan biasanya dikeluarkan untuk sesi dagelan (lawakan) ditengah cerita. Tujuannya adalah memberikan istirahat sejenak agar para penonton tidak jenuh (maklum pementasan wayang kulit biasanya semalam suntuk) untuk pementasan wayang Jawa dan dua sampai tiga jam wayang Bali.

Sebetulnya punakawan-punakawan ini penjelmaan dari dewa yang membantu kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia dikelilingi dan ditemani oleh dewa-dewa. Dewa-dewa ini juga mewakili arah mata angin atau ‘catur loka’. Siwa/Iswara = timur, Brahma = selatan, Mahadewa = barat dan Wisnu = utara. Dalam kenyataannya antara punakawan dalam wayang Jawa dengan Wayang Bali mempunyai perbedaan dalam bentuk maupun fungsinya. Maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perbedaan antara punakawan dalam pewayanga Jawa dengan pewayangan Bali.

  1. Punakawan dalam Pewayangan Bali

2.1 Tualen

Tualen adalah penjelmaan dari Dewa Ismaya, yaitu adik dari Dewa Siwa. Arti Tua adalah tua dan Len adalah bijaksana, jadi berarti orang tua yang bijaksana. Tualen ini juga dipercaya sebagai leluhur bangsa Indonesia, ada yang berpendapat bahwa Tualen adalah Resi Agastya yang membawa Hindu dari India ke Indonesia. Tualen ini dalam wayang jawa dinamakan Semar.

Dalam wayang Tualen selalu menjadi pembantu pihak-pihak pembela kebenaran atau dharma, sehingga kebenaran bisa ditegakkan.


Wayang Bali : Tualen




2.2 Werdah

Werdah adalah teman Tualen, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa Werdah adalah murid setia dari Tualen, karena itu ia sudah seperti anak dari Tualen. Werdah berarti muda. Werdah adalah penjelmaan dari Dewa Wisnu.



Wayang Bali : Werdah



2.3 Delem

Delem adalah punakawan yang mengabdi pada manusia yang adharma atau kejahatan, tetapi dalam pengabdiannya ia selalu mencoba untuk mengingatkan dan menasehati kebaikan agar sijahat menjadi sibaik. Delem adalah penjelmaan Dewa Brahma.




Wayang Bali : Delem




2.4 Sangut

Sangut sama seperti Delem, ia mengabdi pada manusia yang berwatak jahat tetapi ia selalu mengingatkan dan menasehati agar manusia menjadi baik. Sangut adalah penjelmaan dari Dewa Mahadewa.



Wayang Bali : Sangut





  1. Punakawan Dalam Pewayangan Jawa

3.1 Semar

Semar adalah penjelmaan Dewa Ismaya, dia bertugas menjaga dan mengasuh keturunan dewa-dewa yang ada di bumi, atau mengasuh manusia yang mempunyai sifat dewa. Karena berwujud manusia yang sederhana dan bersahaja maka kebanyakan tuan yang diiringkannya tidak tahu kalau dia adalah penjelmaan dewa.

Semar sangat sabar, pengasih dan tidak pernah marah, selalu berkata lembut dan merendahkan dirinya di hadapan tuannya. Tetapi ketika ia bertemu para dewa maka ia berbicara dengan bahasa biasa kepada dewa itu.

Bila Semar marah, maka tidak ada yang bisa melawannya. Ia akan memaki-maki sambil menangis bercucuran air mata, serta ia kentut bertubi-tubi. Kentutnya itu membuat siapapun baik manusia atau dewa akan terpental terbang.

Sampai sekarang Semar di Jawa dianggap sebagai penguasa dunia gaib pulau jawa. Ia yang menjaga keamanan pulau Jawa.

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.




Wayang Jawa : Semar






3.2 Gareng

Gareng adalah anak yang diciptakan oleh Semar ketika Semar sedang memuja Tuhan. Gareng artinya ‘hati yang kering’, karena ia tak panda bicara. Apa yang dikatakannya selalu serba salah, tetapi ia tak pernah mengakui kesalahannya. Ia

bermata juling, berhidung bundar, berkalung, berkuncir rambutnya dan kedua tangannya ceko atau bengkok.





Wayang Jawa : Gareng





3.3 Petruk

Sama seperti Gareng, Petruk juga diciptakan oleh Semar ketika memuja. Ia bermuka manis, selalu tersenyum dan kata-katanya lucu. Petruk bermata juling, berhidung panjang dan rambutnya dikuncir. Petruk juga dipercaya sebagai raja jin dan gendoruwo di tanah Jawa.




Wayang Jawa : Petruk






3.4 Bagong

Ketika Semar diperintahkan Dewa untuk turun kedunia, ia

tak pernah menemukan planet Bumi ini. Maka ia memohon kepada Dewa agar diberi teman. Dewa akhirnya mengabulkan permohonan Semar. “Bayanganmu akan menjadi temanmu.” Seketika itu bayangan Semar menjadi mahluk hidup yang diberi teman Bagong. Dalam wayang Bagong bergerak mengikuti gerakan Semar.

Bagong gaya dan lagaknya seperti anak kecil, tetapi bila ia mendengar orang berbicara, maka ia merasa orang itu berbicara kepadanya, sehingga ia akan meneruskan pembicaraan itu dan bertanya jawab dengan orang itu. Suara Bagong besar dan dalam tetapi seolah kendor.

Matanya selalu membeliak liar, berhidung pesek, bibir bawahnya panjang dan tebal, rambut kepalanya tipis dan perutnya besar.







Wayang Bagong






3.5 Togog

Punakawan ini berbeda dengan Semar dalam hidupnya. Kalau Semar selalu mengabdi pada majikan baik budi, maka Togog selalu mengikuti majikan yang jahat, tetapi ia selalu berusaha mengingatkannya agar menjadi baik. Sayangnya ia selalu gagal. Togog selalalu dipercaya oleh majikan-majikannya tetapi ia selalu berpindah majikan dan tidak mempunyai kesetiaan pada satu majikan.

Togog berhidung pesek, bermata juling, tak bergigi, berkepala botak hanya berambut sedikit ditengkuk.






Wayang Jawa : Togog




3.6 Sarawata

Sarawata adalah teman Togog, mereka selalu berdua kemanapun pergi. Ia selalu mengaku sebagai orang asing sehingga dalam pertunjukkan wayang ia berbahasa campuran Bahasa Jawa dan Indonesia. Saat ini mungkin juga ia berbahasa Inggris.

Ia selalu menyombongkan diri, bila ia bertemu dengan punakawan pesaingnya, yaitu Semar, Gareng, Petruk atau Bagong tetapi ia selalu bisa dipermainkan oleh lawannya itu. Sehingga ia menangis.

Togog selalu menasehati Sarawata agar tidak sombong, tetapi sehabis menangis maka sombongnya kambuh lagi.




Wayang Jawa : Sarawata




  1. Bentuk Punakawan Wayang Bali dan Wayang Jawa

Bila kita lihat punakawan di atas, baik punakawan dalam pewayangan Bali maupun pewayangan Jawa, sudah jelas bahwa banyak perbedaan yang akan didapat. Dalam pewayangan Bali di antara keempat punakawan tersebut, dua diantaranya merupakan penterjemah dari pihak kanan atau pihak yang konotasinya adalah kebanaran dan duanya lagi adalah punakawan yang berpihak kepada kejelekan atau kiri yang konotasinya adalah perbuatan buruk. Adapun punakawan yang merupakan abdi dari kebenaran adalah Tualen dan Merdah, sedangkan punakawan yang berpihak kepada perbuatan yang menentang kebaikan adalah Delem dan Sangut. Dalam pewayangan jawa terdapat enam punakawan, hal ini menandakan di dalam pewayangan Jawa lebih banyak terdapat punakawan. Dalam fungsinya semua punakawan tersebut merupakan punakawan dari pihak kanan atau dari pihak yang konotasinya kepada hal-hal yang bersifat kebaikan, berbeda dengan punakawan dalam pewayangan di Bali.

Dalam bentuknya punakawan bali lebih bersifat realis atau lebih mendekati bentuk manusia. Namun dalam pewayangan jawa bentuk-bentuk tokoh telah disetilir; seperti bentuk leher lebih panjang, badan lebuh pangjang dan kurus, tangan lebih panjang, berbeda dengan bentuk wayang Bali yang lebih mendekati manusia. Dengan demikian maka dari sebi bentuk wayang juga mengalami perbedaan. Damun dalam fungsinya semua punakawan baik punakawan dalam pewayangan Bali dan Jawa adalah penterjemah tokoh raja, patih atau yang sejenisnya.

  1. Penutup

Pada umumnya punakawan baik di Bali meupun mempunyai kesamaan yaitu sebagai abdi atupun sebagai penterjemah. Disisi lain juga terdapat perbedaan-perbedaan yaitu di Jawa punakawan biasanya memihak kepada satu sisi, namun di Bali punakawan memihak kepada ke dua sisi (dalam hal ini pihak kanan dan memihak kiri). Dalam bentuknya masing-masing daerah akan mempunyai ciri tersendiri dalam hal bentuk wayang. Sebagai halnya bentuk punakawan dalam wayang Bali dan Wayang jawa mempunyai ciri yang berbeda. Bentuk wayang Bali lebih condong mendekati manusia dan punakawan wayang Jawa telah disetilir (bentuknya lebih pangjang, seperti tangan, badan, leher dan lain-lain).

Daftar Pustaka

Kertonogoro, Kanjeng Madi. 2009. Ramayana. Ubud: Daya Putih Foudation.

0 komentar: